Minggu, 22 September 2024
Pukul : 16:000-selesai WIB
Judul Diskusi: Inisiatif pemasaran kreatif: Dari film, Pertunjukan, Teks dan Warga
Data Narasumber:
- Gladhys Elliona adalah penulis dan peneliti seni multidisiplin. Ia lulus dari Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa, Universitas Gadjah Mada di tahun 2022. Gladhys telah menerbitkan dan berkontribusi di beberapa buku, antara lain: Tentang Desir dan kisah-kisah lainnya (2019), Ada Alien di Luar Angkasa? (2021) bersama Tim Kok Bisa, dalam antologi naskah lakon Protozoa dari Mulut Egri (2021), serta dalam The Equator: Travelogue. Brazil, Asia Tenggara, Oceania (2022). Ia juga menerjemahkan sastra Brasil: cerita pendek Memori Tambahan dalam Cerita-Cerita Lumbung (2022), novel 1970 (2023) dan Waktu Bintang (2024).
- Adimas Immanuel adalah seorang penulis, perencana strategis dan konsultan pemasaran kreatif. Adimas adalah sarjana ekonomi dari Universitas Diponegoro dan Master Ekonomi Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia. Karya-karyanya dipublikasikan di berbagai surat kabar nasional dan lokal dan pernah dinominasikan untuk sejumlah penghargaan. Buku-bukunya yang terakhir: Pencurian Terbesar Abad Ini (2018), Surga Anjing Liar (2019), dan Jala, Jelaga, Jiwa (2021). Adimas pernah bekerja di industri penerbitan, agensi relasi publik, agensi komunikasi, hingga rumah produksi. Ia telah membantu memasarkan berbagai buku, brand multisektor, hingga merancang strategi pemasaran film seperti Keluarga Cemara, Love for Sale, Jakarta vs Everybody, Aum!, Budi Pekerti, Dua Hati Biru, dan Srimulat.
- Fawarti Gendra Nata Utami Sn., M. Sn (Fata Utami) Banyak mendukung pementasan berbagai tari dan teater sejak mahasiswa. Mulai tahun 1998 lebih memfokuskan pada kegiatan management seni pertunjukan dan menulis kritik tari. Tahun 2001-2006 menjadi kontributor majalah GONG. Tahun 2001-2008 mengelola sanggar tari dan managerial Sardono W. Kusumo, 2001-2008 mengelola managerial kelompok tari Sahita, sejak 2007 mendirikan Bening Arts Management, dan selama 15 tahun terakhir bekerja untuk pertunjukan dan film karya Garin Nugroho. Banyak mengikuti workshop penulisan kritik dan managerial, pernah mewakili Indonesia untuk bergabung dalam “Atelier Young Festival Manager” di Singapura bersama 37 Negara dan menjadi alumni Asosiasi Manager Festival di Eropa.
Modrator:
- Jemi Batin Tikal belajar menulis puisi, cerita pendek & esai. Mengisi harinya dengan membaca, buruh di penerbitan & mengeditori buku. Kumpulan puisi Yang Tidak Mereka Bicarakan Ketika Mereka Berbicara Tentang Cinta terbit Oktober 2023 adalah buku puisi pertamanya. Buku tersebut dipamerkan dalam festival “The Voices of Archipelago” di Broonbek Museum, Belanda, Mei 2024. Ia sedang mengerjakan buku puisi kedua.
Latar belakang:
Produksi film, novel (teks) dan pertunjukan di Indonesia telah berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir. Seiring dengan munculnya berbagai festival, platform digital, dan meningkatnya akses masyarakat terhadap teknologi.
Beberapa alternatif pasca karya juga mulai bertumbuh, seperti diskusi lebih lanjut atau menghasilkan karya tambahan seperti teks terjemahan atau pertunjukan yang memanfaatkan film sebagai dialog artistik atau intelektual. Hal ini menunjukkan kekayaan kreatifitas generasi muda dalam menanggapi isu terkini.
Dalam situasi di mana hampir semua orang memiliki kemampuan teknis untuk membuat film, teks, serta pertunjukan, tidak diikuti dengan kemampuan dan pemahaman mendalam tentang estetika, artistik serta elemen-elemen lainnya dan strategi mempromosikan atau mengantarnya kepada masyarakat luas. Hingga hal ini perlu juga dibicarakan lebih lanjut. Melihat dan menimbang mengikuti trend atau membuat sebuah trend baru.
Diskusi ini juga akan membicarakan, platform distribusi sering kali lebih fokus pada film sebagai produk hiburan, daripada mempromosikan film sebagai karya seni atau medium pendidikan. Serta sebaliknya, teks dan pertunjukan hanya dianggap aset intelektual. Langkah-langkah ke depan harus mempertimbangkan kolaborasi lintas sektor untuk mendorong pemahaman bahwa film, pertunjukan dan teks bukan hanya konsumsi instan, tetapi juga bagian dari budaya yang bisa memperkaya intelektual. Dengan membuka ruang bagi teks, terjemahan dan pertunjukan dan film, kita bisa memperluas aksesibilitas karya-karya di panggung internasional dan mendorong dialog antara penonton lintas budaya.
Diskusi akan menjadi momen penting untuk meredefinisi hubungan antara produksi, distribusi, dan pasar di Indonesia.