Sabtu, 21 September 2024 

Pukul : 10:30-13:00 WIB 

Judul Diskusi : Mikirin Festival Efek: dilema pasar dan penciptaan berkelanjutan

Data narasumber:

  1. Eko Supriyanto pendiri dan direktur artistik EkosDance Company dan Solo Dance Studio di Surakarta, Indonesia. Eko adalah penari dan koreografer Indonesia terkemuka di generasinya. Karier pertunjukan Eko mencakup berbagai karya dan tur besar di seluruh Indonesia, Eropa, Amerika, dan Asia Pasifik. Eko meraih gelar Doktor dalam Studi Pertunjukan (2014) dari Universitas Gadjah Mada dan Master of Fine Arts (MFA) in Dance and Choreography from the UCLA Department of World Arts and Cultures (2001).
  2. Theresia Agustina Sitompul (Tere) lahir pada 5 Agustus 1981, di Pasuruan, Jawa Timur. Selama 1999-2007, Tere mendapat pendidikan di Institut Seni Indonesia, Yogyakarta. Kemudian selama 2009-2011, Tere melanjutkan pendidikannya di program pasca sarjana di Institut Seni Indonesia, Yogyakarta. Sekarang sedang menempuh doktoral. Penggiat studio Grafis Minggiran dan aktif dalam berbagai pameran baik dalam dan luar negeri.
  3. Afrizal Malna adalah penulis dan kritikus seni. Terlibat di beberapa festival international. Juga mengikuti Tokyo Performances Arts Meeting (TPAM) di Yokohama, sebuah grant dari Japan Foundation Jakarta. Beberapa bukunya, Performance Art (medan pasca seni), Tiket Masuk Bioskop Auotobiografi. Karya-karya Afrizal Malna telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Karya terbaru Afrizal berupa Performance Lecture Kucing menyimpan ikan asin di mulutnya.

Moderator

  1. Polanco S. Achri adalah penulis puisi, prosa-fiksi, dan esai-esai tentang seni. Ia tergabung dalam Sindikat Muda Liar Ngantukan, dan aktif di Komunitas Utusan Negeri Dongeng sebagai penulis naskah dan penata musik. Selain menulis naskah, ulasan, dan teks pameran, ia juga beberapa kali menyutradarai pementasan dan film dokumenter; antara lain Perjudian Terakhir (2016), Mawar Biru (2017), Di Balik Merangkul (2021), dan Sangu Rasa (2023). Kini, ia tengah menempuh studi lanjut di kampus utara Yogya.

Latar belakang:

Perayaan seni dalam wujud diskusi, pameran, pertunjukan, konser, hingga festival, belakangan ini semakin meriah. Baik aktivitas yang mendapat sokongan dana dan tidak, semua berlomba-lomba merayakan kesenian. 

Aktivitas perayaan seni dapat pula kita lihat dalam modus seniman turun ke desa, yang membagikan gagasan serta pengetahuannya untuk merancang hingga mempromosikan identitas (yang terlupakan), hingga semangat mewacanakan seni konseptual di wilayah tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa seni memang telah dan akan terus berpengaruh bagi kehidupan. 

Semakin meriah dan semakin liar dalam bentuk serta alirannya, penciptaan di balik perayaan, terasa menjadi sesuatu yang dapat ditinjau dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga akses wacana kepada tegangan pencipta, terasa kian menanam jarak kepada masyarakat. Dengan terus dipertebalnya semangat entertaint, penciptaan terasa hambar. Apakah benar demikian? 

Beberapa aktivitas seni, sedikit banyak, tidak atau kurang mengapresiasi perekonomian masyarakat. Yang mana hal itu merupakan ekosistem dasar bagi hidup berkelanjutan. Akhirnya, kesenian menjadi milik seni kembali yang melihat konsep dan pasar seni sebatas kolektif. 

Dalam diskusi ini, bersama Afrizal Malna yang dikenal sebagai kritikus yang fokus pada pengkajian filsafat, seni, dan budaya. Melalui pelbagai riset yang dilakukan olehnya, Afrizal telah melahirkan buku, artikel, atau esai-esai termutakhir yang membahas persoalan seni dan budaya di Indonesia. Atas dasar itu, diharapkan Afrizal mampu mengejawantahkan bagaimana modus penciptaan, terutama wacana karya seni di Indonesia, yang berdampak dan mempengaruhi modus-modus penciptaan serta pasar. 

Kita juga akan mendengarkan pembacaan Eko Supriyanto, yang menggunakan metode penciptaan yang dianggap relevan. Kritik penciptaan yang sering muncul ke permukaan ialah metode seniman yang mengamati dari jauh. Sementara metode yang dilakukan Eko menggunakan pendekatan turun ke bawah. Produk yang dihasilkan membawa resonansi yang fundamental, karena mencakupi persoalan sosial, ekonomi, dan kemasyarakatan. Pada diskusi ini, Eko akan mempresentasikan bagaimana ia melihat penciptaan seni yang berdampak kepada masyarakat secara nyata. 

Sementara dalam jaring wacana seni rupa Indonesia dikenal memiliki perkembangan yang cukup pesat. Tetapi, kenyataan mengatakan bahwa hal itu terjadi di galeri belaka. Ruang publik yang penuh coretan atau mural, seringkali dianggap sebagai pengganggu keindahan ruang. Di sini, diketahui terjadi jarak di mana kepesatan wacana seni rupa dengan tangkapan yang dihasilkan di ruang publik. Bagaimana Proses penyampaian ini sehingga jarak yang terjadi di ruang publik menjadi rangkaian observasi penciptaan. Theresia Sitompul, akan mengungkap modus penciptaan di wilayah seni rupa, dan kecenderungan merespons ruang publik atas wacana seni rupa Indonesia. 

Transaksi atas apresiasi perayaan seni, kerap mendatangkan bencana di satu sisi, tetapi juga mendatangkan dan membentuk pasar baru di sisi lain. Apakah yang terjadi pada apresiasi atas satu aktivitas seni? Dan bagaimana, selain pewacanaan objektivitas ini dapat berdampak kepada banyak hal?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *