Deskripsi Kegiatan

TILIKAN yang berarti hasil menilik, pandangan atau pendapat, merupakan kegiatan diskusi ringan tetapi mendalam secara daring maupun luring dengan mengundang narasumber untuk membahas sisi lain yang khas, otentik dan terbuka terkait proses kreatif atau pengalaman artistik dari pribadi narasumber maupun pandangannya terhadap apa yang ada di luar dirinya. Kegiatan ini diinisiasi oleh Tilik Sarira Creative Process dalam forum Selisik (Seputar Penelitian Artistik) sebagai gerakan kecil untuk terus mengkaji, mendalami, dan membagikan pengalaman serta wawasan.

Tujuan

– Berbagi dan bertukar perspektif tentang proses kreatif yang berhubungan dengan gerakan penciptaan serta penulisan jurnal.

– Mengarsipkan pengetahuan serta memproduksi gagasan baru darinya.

– Membaca peluang serta arah pandangan masyarakat/kelompok terhadap pengkajian atau isu-isu dasar penciptaan.

– Membaca dan mendalami isu-isu terkini dan menjadikannya peluang.

Konsep dan Aturan Main

– Narasumber dan tamu undangan diberi kesempatan berbicara, baik secara ringan, dengan gaya bahasa sendiri, pengalaman individu atau merespons pembacaan yang kuat untuk diketengahkan kepada narasumber dan tamu lainnya.

– Semua yang hadir, dapat merespons atau menanggapi, serta menyela, dengan lebih dulu diberikan kesempatan oleh moderator.

– Boleh jotos-jotosan, tapi tetap terarah. Moderator akan selalu mengetengahkan opini yang mengalir dan membuat diskusi semakin panas.

Profil Tilik Sarira Creative Process

Tilik Sarira creative process dengan nama resmi Yayasan Teater Tilik Sarira merupakan organisasi yang menginisiasi platform pengembangan proses kreatif seni teater dan multidisiplin dengan ide yang lahir dengan cara mengamati kebiasaan yang dianggap otentik dari tubuh, ruang dan benda di suatu lingkungan sosial dan budaya.

Tilik Sarira berupaya untuk selalu memperluas jejaring sosial dengan masyarakat multikultural dalam melakukan kerja kreatif. Sejak berdiri dari tahun 2019 yang diinisiasi oleh para pegiat muda seni pertunjukan, Tilik Sarira telah bekerjasama dengan lembaga budaya dan masyarakat di Solo, Sukabumi, Jakarta, Magelang, Yogyakarta, Malang, Batam serta Papua.

Data Acara

Narasumber:
1. Ari Rudenko (Koreografer, Founder & pendiri kolektif pertunjukan seni-sains eksperimental Prehistoric Body Theater. Karya mereka kerap kali bekerja sama dengan ilmuwan mentor internasional, yang membantu menyusun karakter dan narasi tari yang didasari oleh teori dan bukti paleontologi terbaru.)
2. Wahyu Widianta, S.S (Pamong Budaya Ahli Muda, Museum & Cagar Budaya Sangiran. Lulusan UGM bidang kepakaran arkeologi. Bekerja di unit Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran. Beliau menjadi tim penulis buku manusia purba sangiran, 2012, dan penelitian terakhirnya berjudul “Pesona, konflik, dan kerentanan saujana budaya masyarakat di Kawasan cagar budaya sangiran.”)
3. Dr. Cia Syamsiar, M.Sn (Dosen Seni Murni FRSD ISI Surakarta. Lulusan S2 dan S3 ISI Yogyakarta yang bekerja penuh waktu sebagai pengajar seni lukis. Beliau berasal dari Suku Bugis Makassar dan memliki pengalaman meneliti tentang Sejarah Mural dan kaitannya dengan Lukisan Goa di Maros.)


– Waktu : 28 Januari 2024, 19.00 WIB
– Judul diskusi : Nenek Moyangku Seorang Seniman
– Moderator : Beri Hanna

Terms Of References

-Latar Belakang Topik:
Pada tilikan ke #10 sebagai pembuka tahun 2024, kita akan memulai dari vandalism prasejarah. Ilustrasi paling cemerlang yang dapat dengan mudah kita tangkap adalah yang diungkapkan, Carl Sagan & Ann Druyan, Shadows Of Forgotten Angcestors (2023:38-39) “ketika kehidupan pertama kali muncul, sebagian besar Bumi tampaknya merupakan lautan, dengan kemonotonan yang dipecahkan di sana-sini oleh kawah bekas tabrakan”.

Bumi terbentuk oleh gangguan seperti katastrofis yang membuka lahan untuk manusia menjelajah serta bermukim di kemudian hari. Gangguan-gangguan alam seperti ini, sepertinya berkolerasi dengan kepiawaian tangan-tangan manusia prasejarah dalam membentuk—semacam insting estetika pertama kali. Apa yang membuat mereka terpukau sehingga melakukan tindakan-tindakan tertentu di satu tempat, (katakan) seperti mengukir kerang, mewarnai goa dan sebagainya sehingga kita saat ini mengenal simbol-simbol sebagai identitas agama, keukuasaan, kelompok dan sebagainya. Apa pula yang mereka lakukan dengan sebutan ”vandalism”. Jangan-jangan, vandalism tidak tepat dikemukakan sebagai penyebutan untuk gerakan membentuk, mengubah, mengotori pada saat itu.

Tilikan kali ini juga ingin menyentuh bagaimana bentuk-bentuk ditemukan/dikategorikan sebagai organisme yang mewarisi ciri-ciri keturunan. Meskipun Charles Darwin sempat merenungkan argumen Jean-Baptiste de Lamarck, yakni …”jerapah menjulurkan leher kala berupaya menggerogot dedaunan di cabang-cabang pohon yang lebih tinggi, dan entah bagaimana leher yang sedikit memanjang akibat dijulurkan itu diteruskan ke generasi berikutnya” ibid (2023:50).

Gugatan Lamarck ini dapat kita diskusikan bagaimana budaya tatto orang-orang Mentawai yang tidak berlaku bagi bayi mereka. Atau dalam contoh yang disebut Sagan, yakni Muslim dan Yahudi yang menjalankan ritual menyunat anak laki-laki, namun tidak diketahui satu kasus pun ada anak laki-laki Yahudi atau Muslim yang lahir tanpa kulup.

Pembahasan vandalism di masa prasejarah agaknya sulit terbayangkan. Bagaimana vandalism ini memulai terbentuknya budaya serta lainnya. Bagaimana pula manusia bisa sampai pada tahap yang bergelut dengan teknologi seperti saat ini? Apa dorongan besar dan dosa (kalau boleh disebut begitu) seperti apa yang mendorong (kuat) manusia untuk beradaptasi serta tumbuh seperti sekarang?

Kita ingin melihat bagaimana kesenian tersisip dalam kehidupan prasejarah, barangkali kesenian memulai perjalanan panjang dengan warna (bumi), bunyi-bunyian (alam), gerakan (menari), gambar (ukiran) dan sebagainya yang melanggengkan kehidupan.

Poin pembahasan

•Bagaimana tindakan-tindakan estetika prasejarah, seperti ukiran atau pewarnaan, dapat diartikan sebagai bentuk awal dari kesenian? Apakah ada bukti-bukti bahwa tindakan ini memiliki tujuan artistik atau simbolis

•Apakah konsep “vandalism” sesuai untuk menggambarkan tindakan membentuk atau mengubah lingkungan oleh manusia prasejarah? Bagaimana pandangan ini dapat membuka wawasan baru terhadap pemahaman kita tentang kreativitas dan tindakan seni pada masa itu?

• Bagaimana tindakan seni prasejarah dapat diintegrasikan dalam konteks lebih luas dari perkembangan budaya dan peradaban pada masa itu?

• Apakah ada hubungan antara tindakan seni prasejarah dan teknologi pada zamannya? Misal api, batu dan sebagainya.

• Melihat motif yang kebanyakan diklaim sebagai karya seni prasejarah, bukankah itu dapat kita lihat dari kacamata akdemisi sebagai abstrak, atau non konsep/tidak realis. Apa perbedaan penciptaan masa lalu dan kini. Mengapa kita, lebih berpihak pada kegelisahan, bukan dorongan yang kuat dengan sentuhan alam, kepercayaan dan sebagainya dalam mencipta?

• Apakah ada tanda-tanda bahwa tindakan seni prasejarah memiliki dimensi artistik yang mendalam, atau apakah mungkin ada interpretasi alternatif terhadap istilah “vandalism”?

• Bagaimana tindakan seni pada masa prasejarah berkontribusi pada perubahan budaya dan peradaban? Apakah seni memiliki peran dalam mentransformasi atau memelihara nilai-nilai masyarakat pada masa itu?

Catatan: diskusi tilikan tidak terikat dengan tor secara utuh. Pembahasan bisa bebas dan mengarah pada hal-hal tak tercatat, selama masih dalam alur yang disepakati.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *