Data acara:

1. Hendra Hilmawan, S.Sn., M.Sn. – kurator dan penulis seni rupa yang memiliki perhatian pada aspek sejarah seni dan praktik wacana seni kontemporer di Indonesia. Terlibat dalam banyak proyek seni regional seperti Festival Kebudayaan Yogyakarta, Biennale Jogja, dan beberapa program seni berbasis kolektif dan komunitas. Terlibat dalam program Broken White Project – Ace House Collective dalam pencatatan proses kreatif seniman muda, menjalin jejaring kerja dengan studio seniman, galeri dan museum. Saat ini banyak bekerja
sebagai konsultan kurator untuk Koleksi Benda Seni Istana Kepresidenan Republik Indonesia. Selain mengajar di ISI Surakarta, Hendra Himawan adalah Kurator Tetap Tumurun Museum, Surakarta.
2. Fatih Abdulbari – Sejarawan partikelir, tertarik pada kajian sejarah, filsafat, budaya, seni dan sastra. Bukunya “Melukis di Tengah Perang” terbit pada awal 2024 serta kerap menulis esai dan artikel ilmiah tentang sejarah dan kebudayaan. Bergiat di Surakarta dan Yogyakarta. Mengajar di Isi Yogyakarta.
3. M Ghaniey Al Rasyid – Penulis Lepas dan Pengkliping yang tinggal di Surakarta


– Waktu : 31 Maret 2024, 20.00 WIB

– Topik : Tulisan dan Kesenian

– Judul diskusi : Dear Diary: Tentang kita, Teks dan Kesenian

– Moderator : Beri Hanna

– Tempat : Hetero Space, Solo.

Latar Belakang Topik:

Setelah diskusi Tilikan #11 terkait sejarah lisan dan kesenian, pada bulan Maret kita akan fokus membahas tulisan dan arah kebudayaan.

“Suku-suku bangsa penduduk pribumi Afrika, Asia dan Amerika mulai didatangi oleh orang Eropa Barat sejak akhir abad ke-15 dan permulaan abad ke-16,[…] Bersama dengan perkembangan itu mulai terkumpul suatu himpunan besar dari buku-buku kisah perjalanan, laporan, dan sebagainya, buah tangan para musafir, pelaut, pendeta penyiar agama Nasrani, penerjemah Kitab Injil, dan pegawai pemerintah jajahan” (Koentjaraningrat, 2000:1).

Dengan pola yang sama, sejarah Indonesia dimulai dengan pencatatatan dan laporan. Kita terbentuk dan terpengaruh oleh tulisan-tulisan, hingga pernah—dan jangan sampai terjadi lagi—terpecah karena tulisan digunakan sebagai alat propaganda.

Dalam era modern yang terus berkembang dengan cepat saat ini, kebudayaan menjadi landasan yang penting dalam membentuk identitas suatu masyarakat serta memperkuat ikatan sosial di antara individu-individu. Atau bisa berlaku sebaliknya. Salah satu medium yang memiliki peran krusial dalam membentuk, memelihara, dan mengubah kebudayaan adalah tulisan. Terbukti, dalam sejarah bahwa tulisan memiliki kekuatan dalam perubahan.

Mulai dari karya-karya sastra klasik yang membawa kita menjelajahi kompleksitas, pelarangan produksi tulisan di luar kekuasaan, hingga tulisan-tulisan jurnalistik, kuratorial, pesan singkat, menjadi penentu bagaimana kita dapat memaknai dan dapat pula bergerak, dalam menangkap esensi dan perubahan kebudayaan serta lainnya.

Kemajuan teknologi informasi seperti yang kita alami saat ini, membawa peran tulisan dalam membentuk arah baru kebudayaan semakin berkembang dan kompleks. Internet, media sosial, dan teknologi digital lainnya telah mengubah cara kita menulis, membaca, dan berinteraksi dengan karya tulis. Hal ini memunculkan tantangan baru, seperti penyebaran informasi yang cepat, pergeseran dalam gaya penulisan, dan transformasi dalam pola konsumsi budaya.

Diskusi tentang tulisan dalam konteks kebudayaan menjadi penting untuk menggali pemahaman tentang bagaimana tulisan mempengaruhi persepsi, sikap, dan tindakan kita sebagai bagian dari masyarakat yang semakin terhubung secara global. Tidak terlepas sebagai seorang pelaku seni, yang menarasikan karyanya dalam tulisan kepada masyarakat.

Dari pengaruh sastra terhadap cara kita memahami dunia hingga dampak media sosial terhadap gaya penulisan dan konsumsi budaya, diskusi ini akan menjadi wahana untuk menyelami dinamika yang kompleks di balik fenomena tulisan. Tulisan akan terus berkembang, diproduksi lewat lirik lagu, prosa, penelitian, puisi dan lainnya, yang membawa pengaruh kepada kita saat ini. Namun kadang-kadang, tulisan tampil sebagai sesuatu yang sulit dipahami. Atau muncul lebih cepat dibanding era yang berlaku.

Apa yang terjadi dengan tulisan?

Sedikit bergeser melihat ke belakang, “Dalam amanat kenegaraan, pada peringatan hari kemerdekaan pada 1972, tahun diperkenalkannya Ejaan yang Disempurnakan (EYD), Presiden Soeharto menegaskan bahwa membina dan mengembangkan bahasa Indonesia merupakan tanggung jawab nasional” (Virginia, 1996:56).

Tapi pada hari ini, bahasa dan tulisan hampir bersifat anonim. Tak pernah ada kepastian.

Mungkin dalam arah kesenian kita hari ini, Bahasa Indonesia kurang tepat memegang peranan penting sebuah esensi makna yang terdalam. Hal ini, terjadi pada kesenian lisan yang terjebak dalam wahana eksotis. Sementara terjemahan bahasa Indonesianya, tidak selalu dapat mewakili bunyi-bunyian tertentu. Atau bisa juga, diterjemahkan dengan hal yang paling mungkin mendekat pada kehidupan kita. Kemudian, dalam kuratorial seni tari, seni rupa, atau teks teater, kita masih menemukan istilah Inggris.

Apa yang sebenarnya terjadi dengan tulisan dan bahasa Indonesia?

Poin Pembahasan:

1. Bagaimana negosiasi kuratorial seni rupa dan bahasa tulis? Apa dampak tulisan pada cara kita memahami seni rupa?

2. Dari beberapa arsip yang ada, bagaimana kita dapat menelaah tulisan mempengaruhi pembentukan identitas dan ikatan sosial dalam masyarakat?

3. Bagaimana tulisan telah digunakan sebagai alat propaganda dalam sejarah, dan apa dampaknya?

4. Bagaimana peran tulisan dalam membentuk, memelihara, dan mengubah kebudayaan?

5. Dengan perkembangan teknologi informasi, seperti internet dan media sosial, bagaimana ini memengaruhi peran tulisan?

6. Bagaimana media sosial mempengaruhi gaya penulisan dan konsumsi budaya?

7. Mengapa tulisan terkadang sulit dipahami atau muncul lebih cepat dibandingkan dengan era sebelumnya?

8. Apa tantangan dalam menggunakan Bahasa Indonesia dalam kesenian saat ini, dan bagaimana hal ini memengaruhi esensi dan makna karya seni?

9. Mengapa terdapat penggunaan istilah-istilah Inggris dalam kuratorial seni dan teks seni di Indonesia?

10. Apa peran penting tulisan dan bahasa Indonesia dalam mempertahankan keberagaman budaya dan identitas nasional?

Catatan: diskusi tilikan tidak terikat dengan tor secara utuh. Pembahasan bisa bebas dan mengarah pada hal-hal tak tercatat, selama masih dalam alur yang disepakati.

Bacaan:

Hooker, Virginia Matheson. 1996. Bahasa dan Pergeseran Kekuasaan di Indonesia: Sorotan Terhadap Pembakuan Bahasa Orde Baru. Bahasa dan Kekuasaan. Bandung: Mizan.
Koentjaraningrat. 2000. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *